Suku Matabesi menjaga tradisi leluhur di Belu, Nusa Tenggara Timur



    Menjelajahi semua wilayah Indonesia adalah sebuah obsesi ya travellers….karena tanah air kita ini memiliki keanekaragaman suku dan budaya. Seperti saat saya berwisata ke Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. 

    Di kawasan ini masih terdapat suku asli Belu, yaitu kampung Matabesi yang terletak di kelurahan Umanen. Menempati lahan seluas 15 hektar, keaslian kampung Matabesi terus terjaga hingga saat ini. Warga yang tinggal di kampung adat Matabesi secara turun temurun menjaga tradisi dan adat istiadat nenek moyang mereka. Sayapun bertemu dengan Wendelinus Manik, Ketua Lembaga Adat Matabesi, ia menerangkan awal mula terbentuknya kampung adat ini,

 “jadi matabesi keberadaannya di sini, seperti disampaikan tadi bahwa mempertahankan wilayah ini dari serangan musuh, kemudian tugas tugas lain dalam pemerintahan, tata kelola pemerintahan seperti hal hal mengatasi masalah masalah yang terjadi di dalam kerajaan, kemudian kampung inilah yang disebut dengan kampung matabesi atau suku matabesi”

    Sayapun mendapatkan sambutan hangat saat tiba di sini. Warga kampung adat Matabesi menyambut setiap wisatawan yang datang berkunjung. Upacara penyambutan ini dinamakan Hase Hawaka. Seorang Makoan akan bersastra pantun menuturkan salam dan tegur sapa kepada tamu yang telah tiba di gerbang utama We Bot atau Sumur Suci. 

    Setelah itu tamu atau wisatawan diajak ke sumur We Bot. Sumur ini tidak pernah kering walau musim kemarau panjang sekalipun. Bagi suku Matabesi, sumur We Bot berperan sebagai wadah suci sekaligus sarana penyembuhan. Air dari sumur We Bot dipercikkan sebagai simbol berkat baik kepada klan suku maupun tamu yang datang.



    Selanjutnya adalah ritual penyembelihan ayam. Ayam yang dipilih bukan sembarang ayam, namun ayam sehat berwarna hitam legam. Bagi yang percaya, memberikan persembahan dengan kualitas ayam terbaik akan mendatangkan rezeki berlimpah.  

“acara tadi yaitu menyembelih ayam, dan meminta maaf kepada sang pencipta terutama leluhur, bahwa inilah manusia jadi kami meminta maaf sekaligus menyampaikan hal hal untuk ke depan  anak cucu bisa mendapat rejeki untuk membuat kebun atau memelihara hewan, sehingga bisa berkembang biak dengan baik” kata Wendelinus Manik, yang juga memimpin acara ini.

    Di dalam kampung adat Matabesi terdapat 12 rumah adat yang memiliki fungsi berbeda beda. Diantaranya adalah Uma Meo atau rumah prajurit. Dahulu kala Uma Meo dihuni oleh para prajurit yang siap untuk bertempur. Hal ini ditunjukkan juga dengan banyaknya tulang belulang hewan lambang keperkasaan prajurit saat berburu tergantung di Uma Meo. Selain itu juga terdapat Ai Toos  lambang kejantanan pria sebagai simbol keperkasaan dalam diri seorang prajurit. Dan makam prajurit Rate Meo Sibero yang terdapat di samping Uma Meo.


    Selain itu juga terdapat Uma Kakaluk. Rumah adat ini dipercaya menjadi sumber kekuatan bagi kampung adat Matabesi. Dahulu semua ritual prajurit yang akan berperang dilakukan di rumah ini termasuk penyembuhan terhadap luka prajurit akibat berperang.

    Saat ini banyak warga suku Matabesi yang mendapatkan penghasilan dengan membuat kerajinan. Wanita suku Matabesi terampil dalam membuat berbagai bentuk anyaman, mulai dari anyaman kakehe atau kipas angin, hingga anyaman untuk keperluan ritual. Selain itu juga kain tenun yang menjadi ciri khas warga suku Matabesi. 

    Meski pengaruh modernisasi terus menggerus peradaban, namun suku Matabesi berusaha keras untuk mempertahankan tradisi dan adat nenek moyang. Kampung adat Suku Matabesi bisa menjadi tujuan wisata anda saat berkunjung ke Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.




Posting Komentar untuk "Suku Matabesi menjaga tradisi leluhur di Belu, Nusa Tenggara Timur "