Pembuat garam tradisional di pulau Rote



Perjalanan saya di pulau Rote pun kembali berlanjut travellers. Ternyata pulau nan canti ini memiliki sejuta pesona yang siap untuk berkembang. Tidak hanya melulu soal pariwisata yang menjadi andalan masyarakat, namun juga sektor lain yang ikut membangkitkan ekonomi warga. 

Sayapun sampai hamparan padang tandus, di ujung negeri, tepatnya di desa Oeng-Gae, pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.  Sayapun bercakap cakap dengan penduduk sekitar yang saya temui dan mereka bercerita ada sebuah pabrik garam tradisional di sini. Sayapun terkejut, karena sebelumnya belum pernah mendengar tentang adanya pabrik garam ini.

Di sini terdapat sumber mata air asin yang sangat diandalkan oleh warga setempat. Sumber air asin ini bukan untuk dikonsumsi, tapi akan digunakan untuk membuat garam. Sumber air asin ini didapat dari ceruk yang digali sendiri oleh warga. Sayapun bertemu dengan Ance Misa, seorang wanita yang sangat ramah dan bekerja sebagai pembuat garam tradisional. Menurutnya air laut yang diambil dari resapan tanah berkualitas lebih baik, daripada mengambil air laut langsung dari pinggir pantai. 


Sayapun mengikuti dengan seksama proses pembuatan garam tradisional ini. Dengan sabar Ance Misa menerangkan semua proses pembuatan garam tradisional. Air dari ceruk kemudian disaring menggunakan tanah yang dimasukan ke dalam keranjang. Air yang menetes melewati tanah inilah yang siap melalui proses perebusan. Proses perebusan biasanya dilakukan oleh Ance dan para wanita di desa Oeng-Gae. Setelah air rebusan mengering, munculah garam yang siap dikonsumsi. Dalam sehari/ pembuat garam di desa ini mampu memproduksi hingga 32 kilogram.  

Meski masih melaksanakan cara cara tradisional dalam membuat garam. petani garam di desa ini juga tidak mau ketinggalan menggunakan teknologi yang lebih modern demi kelangsungan hidup mereka. Produksi dengan cara modern jelas memiliki peluang yang lebih bagus karena bisa memproduksi garam lebih banyak dan kualitas garam juga bisa terjaga. Pembuatan garam menggunakan teknologi modern yang disebut geo membran, yang sudah digunakan sejak 2014. Dengan teknologi ini proses produksi yang dulu memakan waktu 2 minggu dipangkas menjadi satu minggu saja. Jumlah produksi garamnya pun melimpah. 

Selain memasarkan garam hasil produksinya ke masyarakar Rote hingga keluar pulau, warga desa juga masih melaksanakan sistem barter barang. Setiap satu liter garam senilai dengan satu liter gabah kering. Jadi selain berkunjung ke tempat wisata, melihat proses pembuatan garam tradisional ini juga bisa menjadi wisata yang menarik. Mau mencoba?

Cheers


Posting Komentar untuk "Pembuat garam tradisional di pulau Rote"