Warisan Pemahat Borobudur di Muntilan, Jawa Tengah


Sang Surya kembali muncul dari peraduan. Kemilau sinarnya kembali menyapa dunia dan penghuninya. Termasuk warga di desa Prumpung, Muntilan, Jawa Tengah. Sebagian besar warga di kawasan ini bekerja sebagai pemahat batu. Daerah Muntilan  telah dikenal dengan seni pahat batunya. Tak hanya di Indonesia, keistimewaan kampung ini dalam menyulap batu menjadi sebuah mahakarya  seni tinggi sudah terkenal  hingga mancanegara. Berbagai macam model patung tersedia,  tak hanya patung, bahkan kerajinan dari batu lainnya juga dapat kita temui disini. 

Hampir setiap warga desa menggantungkan hidupnya dari seni pahat batu ini. Ismanto salah satunya,  berawal dari coba-coba dalam memahat batu di usia 20 tahun, kini karya Ismanto sudah banyak diminati oleh para penikmat seni pahat batu, baik di dalam maupun di luar negeri. Dalam membuat batu, para pemahat menggunakan batu andesit sebagai bahan baku utama pembuat patung. Batu tersebut dapat ditemukan di sekitar wilayah kampung mereka yang letaknya berada di dekat gunung Merapi karena memiliki bebatuan yang melimpah ruah. Bebatuan tersebut berasal dari cairan lava panas yang tersembur dari dalam gunung lalu mengalir ke desa dibawahnya dan akhirnya membeku menjadi batu. 


Ismanto tak sembarangan dalam memilih batu andesit yang akan di bentuknya, ada beberapa hal yang ia  lakukan untuk dapat menemukan batu yang memiliki kualitas terbaik. Ia harus berdoa dan menyatu dengan energi alam untuk menemukan batu yang sesuai dengan kebutuhan patung yang akan dibuatnya. Untuk memudahkan pekerjaannya, Ismantopun merekrut semua pemuda desanya untuk dapat belajar dan berkarya demi kehidupan mereka yang lebih baik. Dalam membuat sebuah karya, Ismanto sangat memperhatikan secara terperinci patung yang akan di pahatnya. Di mulai dengan mengetahui karakter si patung, hingga detail guratan yang ada di wajah tak luput dari perhatiannya.

Keberadaan kampung pemahat batu, tidak terlepas dari karya pahat batu terbesar di dunia yang berada 1 kilometer dari kampung tersebut yaitu candi Borobudur. Mahakarya Borobudur telah menjadi isnpirasi warga Prumpung sejak ratusan tahun silam. Inilah mahakarya yang menjadi cikal bakal berdirinya kampung pemahat di Muntilan. Candi Borobudur atau  yang disebut UNESCO sebagai monumen dan kompleks stupa termegah dan terbesar di dunia ini ramai di kunjungi peziarah pada pertengahan abad ke-9 hingga awal abad ke-11. Umat Buddha yang ingin mendapatkan pencerahan berduyun-duyun datang dari setiap penjuru dunia. 


Proses pembangunannya yang berlangsung selama 75 tahun di bawah kepemimpinan arsitek Gunadarma ini memerlukan 60 ribu meter kubik batu andesit yang berjumlah 2 juta balok batu diusung dari sungai elo dan progo kemudian dipahat dan dirangkai menjadi puzzle raksasa yang menutupi sebuah bukit. 

Candi borobudurpun sempat hilang keberadaanya karena tertutup debu vulkanik akibat letusan gunung berapi. Akhirnya pada tahun 1814,  ketika Inggris menguasai Indonesia seorang bernama Sir Thomas Stamford Raffles menemukan kembali bangunan ini. Karena penemuannya inilah, ia mendapat penghargaan sebagai orang yang memulai pemugaran pada tahun 1835. Candi Borobudur dipenuhi pahatan 2672 panel relief yang jika disusun berjajar akan mencapai 6 km. Hal tersebut mendapat pujian sebagai ansambel relief budha terbesar dan terlengkap di dunia. Relief yang terpahat di dinding candi juga mengisahkan tentang perjalanan hidup sang buddha dan ajaran-ajarannya. 

Dengan kemegahannya itulah yang menjadi inspirasi bagi para pemahat yang berada di sekitarnya.  Keagungan sang Buddha serta karya fenomenal yang mungkin sulit untuk di buat menjadi tandingannya. 

Wahhh jadi ngga sabar ya, berwisata ke Borobudur sambil melihat patung di Muntilan.

Cheers

2 komentar untuk "Warisan Pemahat Borobudur di Muntilan, Jawa Tengah"