Tradisi Ritual Bau Nyale Suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat


Travellers......berwisata ke pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat jangan hanya tahu tempat wisatanya ya, lebih mengasyikan lagi kalau kita juga mengetahui tradisi yang telah mengakar di masyarakat. Salah satu tradisinya adalah Bau Nyale. Tradisi Bau Nyale memiliki cerita legenda yang telah turun temurun diceritakan oleh Suku Sasak di Lombok. 


Dan inilah kisahnya.....

Pantai di selatan pulau Lombok ini menjadi saksi bisu hadirnya kisah putri cantik yang berasal dari kerajaan Tonjeng Beru yang bernama Putri Mandalika. Sikap santun berbalut paras elok  membuat sang putri begitu dicintai rakyatnya. Kecantikan dan keanggunan putri Mandalika tersohor ke seluruh penjuru negeri. Tidak heran, para pangeran dari berbagai  kerajaan berlomba-lomba untuk mendapatkan hatinya. Maka lamaran demi lamaran untuk mempersunting putri Mandalika pun datang silih berganti kepada raja. Sayang semuanya berakhir dengan penolakan. 
Putri Mandalika merasa begitu berat memikul tanggung jawab ini, karena ia menyadari jika dirinya memilih salah satu pinangan pangeran maka akan timbul bencana besar. Karena mendapat kabar penolakan putri, para pangeran dari kerajaan Johor, Lipur, dan Kauripan seketika murka. Mereka  mengancam jika putri menolak, maka kehancuran akan menyelimuti kerajaan Tonjeng Beru. 

Kecemasan seketika menyelimuti hati sang putri, gaungan ancaman begitu menghantuinya siang dan malam.  Namun tanpa diduga, dalam kegalauannya, sebuah suara menggema di sekitarnya. 

"wahai putri, engkau harus memilih satu diantara para pangeran, tepat pada tanggal dua puluh bulan sasak menjelang subuh"

Pada saat yang telah ditentukan, para Pangeran bersama ribuan rakyat datang memenuhi pantai seger Lombok. Rupanya masyarakat tak mampu lagi membendung rasa penasaran untuk segera mengetahui pilihan sang Putri. Sesuai dengan janjinya, Putri Mandalika muncul saat bulan purnama bersinar dengan terangnya. Pancaran pesona putri Mandalika menghipnotis tiap mata yang memandangnya. Iapun berkata,

"wahai ayahanda dan ibunda serta semua pangeran dan rakyat Tonjeng Beru yang aku cintai. Hari ini aku telah menetapkan bahwa diriku untuk kamu semua. Aku tidak dapat memilih satu diantara pangeran. Karena itu kuputuskan aku akan menjadi milik semua orang"



Bersamaan dengan berakhirnya ucapan Putri, tanpa diduga ia menceburkan diri ke laut dan langsung ditelan ombak yang disertai angin kencang, kilat dan petir yang menggelegar. Tak ada tanda jasad sang putri ditempat itu, justru hewan kecil berbentuk cacing laut yang muncul dari balik air. Hewan berwarna warni itu dikenal dengan nyale, kemunculan nyale diduga sebagai wujud jelmaan putri. Maka beramai-ramai para tamu 
menangkap nyale dan menikmatinya sebagai wujud cinta kasih. Dari legenda tersebut, berbuahlah sebuah tradisi di kalangan masyarakat sasak yang diperkirakan rutin dilaksanakan setiap tahun sejak abad ke-16. 
Saat perayaan tradisi Bau Nyale, jalan raya di wilayah selatan lombok tengah seketika berubah menjadi lautan manusia. Muda mudi tampak mendominasi prosesi arak arakan putri mandalika. Tradisi suku sasak ini akan berlangsung semalam suntuk di pantai seger. Pelaksanaan tradisi Bau Nyale ini tidak memiliki penanggalan tetap tiap tahunnya. Hal ini terjadi karena suku Sasak menggunakan penanda khusus dalam menentukan tanggal tradisi bau nyale, yaitu menggunakan papan urige dengan menggunakan pemangku 4 penjuru mata angin, penanda alam, seperti hujan deras disertai angin, dan terlihatnya bintang riwut, juga dengan menggunakan rebung tumbuh, dan bunyi yang seperti gempa dari gilinusa sampai seger. 

Bau Nyale atau tradisi menangkap cacing juga dimeriahkan dengan atraksi permainan dan kesenian tradisional khas suku sasak. Pertunjukan demi pertunjukan silih berganti seolah menarik perhatian, masyarakat tampak semakin membludak di pantai seger. Seperti yang tergambar pada legenda, pengunjung turun ke perairan dangkal untuk menangkap nyale pada saat  subuh. Kerumunan semakin ramai manakala fajar mulai menyingsing dari ufuk timur. 

Matahari mulai meninggi, masyarakat meyakini sinar mentari mampu mengubah wujud nyale yang masih berkeliaran di pantai menjadi air, sehingga seluruh pengunjung bergegas menangkap nyale sebelum  cahaya matahari mengenai pantai. Matahari semakin meninggi seiring menyibakkan gambaran sisi lain masyarakat di pulau Lombok. Kuatnya pengaruh kebudayaan luar tak menyurutkan tradisi yang hidup dan bertahan sejak ratusan tahun.
So...siap siap ya menyaksikan tradisi Bau Nyale di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.


Cheers








Posting Komentar untuk "Tradisi Ritual Bau Nyale Suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat "