Legenda Si Pahit Lidah dari Sumatera Selatan
Legenda Serunting Sakti atau Si Pahit Lidah, dan inilah kisahnya....
Dahulu kala hiduplah Serunting, seorang pangeran asal Sumidang, Sumatera Selatan. Diusianya yang terbilang dewasa, ia sudah memiliki seorang istri bernama
sitti. Karena tidak bisa berpisah dengan adiknya, Aria Tebing, akhirnya Serunting mengijinkan adik iparnya untuk tinggal bersama
mereka di istana. Merasa lebih nyaman
tinggal di desa, Aria menolak ajakan Sitti. Akhirnya Sitti yang diwakilkan oleh Serunting bersama Aria Tebing
bermufakat untuk membagi wilayah kebun warisan orang tua mereka dengan memberi
pembatas.
Suatu hari Serunting mendapati Aria Tebing sedang memetik hasil kebun yang
berlimpah emas, di sisi lain kebunnya hanya menghasilkan tanaman biasa. Melihat adik iparnya menjadi kaya raya akibat hasil panen emas, maka
timbullah rasa iri hati dalam diri serunting. Dengan liciknya ia menuduh Aria Tebing membalikkan pembatas kayu hingga
akhirnya Serunting menantang Aria Tebing untuk bertarung. Menyadari dirinya tak mampu melawan kesaktian Serunting, Aria Tebingpun
mendatangi Sitti, kakaknya untuk mencari tahu kelemahan Serunting Sakti. Awalnya Sitti ragu karena tak mampu mengkhianati suaminya, namun karena ia
tidak ingin adiknya mati maka ia pun membocorkan letak kelemahan serunting.
“Kesaktiannya terletak pada
ilalang yang tak pernah berhenti bergetar”
Maka pada hari yang ditentukan Serunting dan Aria Tebing bertemu di sebuah
pada ilalang. Perkelahian pun mulai terjadi dan tampak jelas Aria Tebing tak mampu
menandingi ilmu sakti serunting. Hingga saat serangan demi serangan mulai membuat Aria Tebing terdesak, pada
saat yang tepat pula ia mencabut ilalang tersebut. Seketika itu pula Serunting jatuh tersungkur. Sadar telah dikhianati oleh istrinya, Serunting meninggalkan kampung
halamannya dan menuju ke gunung Siguntang untuk bertapa. Ditengah-tengah pertapaannya, tiba-tiba terdengar suara gaib dari sang
hyang mahameru.
“hai anak muda/ jika engkau
mampu bertapa hingga tanaman tumbuh mengelilingi tubuhmu/ maka engkau akan
mendapatkan kekuatan gaib”
Tanpa pikir panjang, Serunting pun menyanggupi syarat tersebut. Rasa lapar dan dahaga dibuangnya jauh-jauh. Ia hanya berkonsentrasi untuk mendapatkan kekuatan, hingga dua tahun pun berlalu dan seluruh tubuhnya tertutup tanaman dan seketika itu pula kesaktian muncul dari lidahnya. Hal apapun yang terucap langsung berubah menjadi kutuk. Maka dinamakanlah ia sebagai si pahit lidah oleh masyarakat.
Kabar kesaktian si Pahit Lidah sampai juga ke telinga Mata Empat. Karena merasa ikut terancam, maka Mata Empat menantang si Pahit Lidah untuk
bertarung silat. Karena sudah berhari-hari bertarung namun tak ada yang kalah maka Mata Empat mengajukan siasat liciknya. Untuk memutuskan siapa yang menang, salah satu dari mereka berbaring di
bawah pohon enau dan lawannya akan menjatuhkan batang pohon dari atasnya.
Mata Empat mendapat giliran pertama, Ia pun berhasil menghindari batang pohon yang dijatuhkan oleh Pahit Lidah. Ini karena ia memiliki dua mata di bagian tubuh lain.
Giliran Pahit Lidah pun tiba, begitu cepat Empat Mata menjatuhkan batang
enau hingga Pahit Lidah tak mampu
menghindar, seketika itu Pahit Lidahpun tewas. Melihat lawannya tewas, Mata Empat seakan belum puas akan kemenangannya. Ia juga ingin memiliki ilmu Pahit Lidah seutuhnya. Dengan tamak, Mata Empat menjilat lidah sakti Serunting. Namun bukan kesaktian yang didapatkannya, justru kematian yang menjemputnya.
Bagi masyarakat Sumatera Selatan, legenda si Pahit Lidah bukanlah isapan jempol belaka, saya pun mendatangi sebuah tempat yang diyakini berkaitan erat dengan Serunting Sakti. Serunting Sakti begitu dikenang di desa Bukit Batu, karena diyakini
pertualangannya berakhir disini. Jejak peninggalan si Pahit Lidah konon juga terdapat di kabupaten Ogan Komering Ilir, tepatnya
desa Bukit Batu. Di sini terdapat batu pengantin, yang konon adalah bermula dari pasangan pengantin yang disumpah oleh si Pahit Lidah karena tidak mengundangnya saat mereka menikah.
Selain itu juga ada pesan moral yang tersirat dalam kisah rakyat dari Sumatera Selatan ini, yaitu menyelesaikan masalah tidak perlu dengan kekerasan. Ketika pertarungan antara si Pahit Lidah dan Mata Empat, keduanya mati. Mengandung ajaran bahwa menyelesaikan masalah tidak perlu dengan kekerasan, karena kalah jadi, menang jadi arang.
Demikian legenda si Pahit Lidah dari Provinsi Sumatera Selatan, begitu beruntungnya saya dapat mengetahui berbagai keragaman legenda di Indonesia.
Cheers
Posting Komentar untuk "Legenda Si Pahit Lidah dari Sumatera Selatan"
Posting Komentar