Kuliner Tiwul, Kearifan Lokal dari Wonosari, Daerah Istimewa Yogyakarta
Travellers......bentangan alam Indonesia memang selalu dapat memanjakan mata siapa saja yang ingin menikmati karya nyata sang pencipta, topografi yang terbentuk indah menjadi identitas tersendiri bagi setiap wilayah. Seperti wilayah Wonosari, kabupaten Gunung Kidul misalnya, daerah yang dikenal sebagai kawasan Pegunungan Seribu ini memang memiliki bentangan alam khas yang dibentuk oleh proses pelarutan batuan. Keunikan yang dimiliki oleh Gunung Kidul inipun telah diakui oleh dunia international pada tahun 1994 sebagai bentukan alam warisan dunia, karena hal ini pulalah hadir sebuah kuliner khas yang di akibatkan dari kondisi alam Wonosari.
Ketela pohon atau di
kenal juga dengan singkong merupakan tanaman akar tunggang yang memiliki
beberapa akar cabang yang kemudian menjadi umbi akar dan dapat di konsumsi, tanaman ini hadir di Indonesia pada abad ke 16 saat bangsa portugis yang
membawanya dari brasil datang ke nusantara. Untuk tumbuh dan berkembang, ketela pohon
tidak terlalu banyak membutuhkan banyak air, cukup dengan curah hujan sekitar
84 milimeter perbulan dapat membuat tanaman ini tumbuh di setiap daerah di
kabupaten Gunung Kidul.
Kabupaten Gunung Kidul yang memiliki curah hujan rata-rata 160 milimeter perbulan menjadi syarat
yang terpenuhi bagi tumbuhya tanaman singkong, tetapi tidak untuk padi. Melimpahnya kebutuhan air yang dibutuhkan padi untuk berkembang membuat tanaman
ini sulit untuk dijadikan sumber pangan wilayah ini, belum lagi sistem drainase
atau tata air yang di dominasi oleh drainase bawah permukaan yang ada di daerah
ini, dimana air permukaan sebagian besar masuk ke jaringan sungai bawah tanah
melalui ponor, karena hal ini pulalah air hujan yang jatuh saat musim penghujanpun
tidak dapat tertahan di permukaan tanah akan tetapi akan langsung jatuh menuju
sungai bawah tanah.
Krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1960-an karena penjajahan
yang di lakukan Jepang, belum lagi beragam bencana alam seperti musim kering
yang panjang dan hama menjadi faktor pemicu kelaparan yang terjadi di daerah
ini. Hal inilah yang membuat sebagian masyarakat kabupaten Gunung Kidul
mengkonsumsi tiwul sebagai pengganti nasi, pembuatannyapun tidak terlalu sulit. Cukup menumbuk halus singkong yang sudah di keringkan atau disebut juga gaplek
yang kemudian di kuku di atas tungku. Tiwul memang sangat kaya akan
karbohidrat, namun ia tetap membutuhkan makanan pendamping untuk menyeimbangkan
gizi yang akan masuk ke tubuh kita.
Hal inilah yang kemudian membuat sebuah pandangan negatif
terhadap tiwul, karena makanan ini pada awalnya di konsumsi pada saat krisis, makanan inipun diidentikkan dengan kemiskinan. Barulah di tangan seorang Tumiran atau yang akrab di sapa Yu Tum
ini citra negatif terhadap tiwul pun perlahan berubah, di tahun 1985 Yu Tum
mencoba mengembalikan kenangan masa lalu melalui kreasi lain di tangannya. Tingginya apresiasi masyarakat terhadap kreasi tiwul yu tum ini
membuatnya dapat membangun sebuah warung makan khas olahan singkong dengan
namanya, beragam kreasipun terus dilakukan untuk memuaskan para pelanggan, Yu Tum
tak hanya menciptakan tiwul rasa manis dan coklat keju saja, tetapi produk
tiwul kemasanpun menjadi andalan lain toko ini.
Kini warung makan yang di wariskan kepada anaknya sejak tahun
2003 ini telah memiliki omzet jutaan rupiah perharinya, ia juga telah
memiliki puluhan karyawan dan toko cabang yang tersebar di sekitar kabupaten Gunung Kidul. Tiwul kini sudah
menjadi bagian dari kabupaten Gunung Kidul, romantisme kenangan masa lalu
menjadi salah satu fator pendukung eksistensi tiwul menembus batas gengsi dan
generasi, hingga menembus dunia industri.
Yukk nyobain tiwul.... Cheers...
Posting Komentar untuk "Kuliner Tiwul, Kearifan Lokal dari Wonosari, Daerah Istimewa Yogyakarta"
Posting Komentar